Pemidanaan Berujung Perampasan Kemerdekaan
Sunday, 20 August 2017
Comment
![]() |
pinterest.com |
Pelanggaran
hukum membawa akibat diberikannya hukuman
kepada si pelanggar. Hukuman itu dapat berbentuk hukuman fisik, hukuman denda ataupun hukuman dalam
bentuk lain. Adanya hukuman yang
diberikan akan menimbulkan masalah yang mengacu pada keadilan. Sudah adilkah hukuman yang diberikan, khususnya hukuman yang diberikan
sesuai dengan keputusan hakim dan
dalam hukum legal. Berdasarkan pemberian hukuman itu akan timbul pertanyaan, "Apakah sesungguhnya tujuan memberi
hukuman? Kecuali itu apakah hukuman
tersebut sesuai dengan nilai-nilai moral?"
Mungkin
ada yang berpendapat bahwa memberi hukuman tersebut balas dendam, atau biar
orang bersalah itu "kapok" atau jera, sehingga tidak melakukannya lagi. Atau mungkin pula sebagai contoh agar orang lain tidak melakukan
pelanggaran yang sama.
Secara umum,
dapat dikatakan bahwa memberikan hukuman merupakan pengobatan atau treatment, atau merupakan denda karena melanggar peraturan. Agar suatu hukuman dapat
dikatakan adil, maka hukuman itu
harus mengandung aspek legal dan aspek moral, sehingga tercapai ketentraman lahir maupun batin, tidak
hanya untuk si pelanggar hukum,
melainkan juga masyarakat pada umumnya.
Teori
yang membenarkan pemberian hukuman pada seseorang yang melanggar hukum dan dibenarkan secara moral adalah teori Retributivisme. Menurut teori ini,
dalam memberi hukuman haruslah dilihat
apakah seseorang itu melanggar hukum. Untuk mengetahui hal ini perlu dilihat perbuatan orang itu pada masa lalu. Kalau
memang orang tersebut pada masa lalu
telah melanggar hukum, sudah sepantasnyalah ia menerima hukuman. Maka hukuman yang
diberikan tersebut merupakan
retribusi bagi pelanggaran yang diakibatkan oleh pelanggarannya. Dengan demikian telah sesuai pemberian hukuman itu dan karena itu teori retribusi ini
juga dinamakan teori Proporsionalitas (Yong Ohoitimur, 1997: 6).
Pendukung
teori ini adalah Immanuel Kant dan Friedrich Hegel. Kedua filsuf Jerman pada abad ke-18 ini mempunyai pandangan
yang berbeda, namun keduanya menyetujui teori Retributivisme. Kant mengatakan,
bahwa menghukum adalah kewajiban moral, apabila
memang terbukti seseorang itu melakukan kesalahan. Jadi menurut Kant, hukuman merupakan sesuatu yang harus diterima oleh orang yang bersalah, dan hukuman itu adalah
hadiah baginya. Pandapat Kant ini dapat dikatakan bahwa ada dua macam hubungan antara
hukuman dan pelanggaran. Yang pertama,
ada hubungan logis antara hukuman dan pelanggaran, yaitu siapa yang melanggar
akan mendapat hukuman. Kedua, hukuman
menimbulkan rasa moral, karena seseorang yang berbuat harus bertanggungjawab
(Yong Ohoitimur, 1997: 7-10).
Hegel
berpendapat bahwa hukuman merupakan kehendak umum atau general will. Ini tidak berarti bahwa general will adalah kehendak kolektif, tetapi general will menyatakan dirinya dalam hukum, dan dikenal sebagai
hukum positif yaitu hukum yang sesuai dengan rasio. Hukum mengharuskan setiap
individu garus dihargai dan diperlakukan sebagai manusia bebas. Melanggar hukum
berarti melanggar kehendak bebas. Maka menurut Hegel, hukuman adalah konsekuensi
dari perbuatan yang melanggar hukum (Yong Ohoitimer, 1997: 9-17).
Di
samping Retributivisme yang mengadakan evaluasi hukum, ada aliran yang lain,
yaitu aliran Utilitarisme. Kaum utilitarianisme mengatakan bahwa pemberian
hukuman berarti pencegahan, preventif. Teori ini telah ada sejak zaman Plato.
Pada dasamya teori ini berpendirian bahwa hukuman tidak dapat membatalkan
kesalahan yang telah dibuat oleh seseorang, tetapi hukuman itu justru
mengingatkan pada masa depan sipelaku pelanggaran. Teori Plato ini juga diikuti
oleh beberapa orang filsuf, di antaranya oleh Jeremy Bentham dari 1nggris.
Berbeda
dengan teori Retributivisme yang memandang pada mementingkan masa depan. Dampak
apa yang akan terjadi apabila seseorang menerima hukuman. Hukuman yang
diberikan diharapkan mengandung konsekuensi positif bagi si terhukum danjuga
bagi orang lain khususnya, dan masyarakat pada umumnya. Pendapat ini tentu
tidak jauh berbeda dengan teori moral Utilitarisme yang mengatakan bahwa suatu tindakan
mempunyai nilai moral apabila tindakan tersebut memberikan konsekuensi yang
baik pada orang-orang lain sebanyak-banyaknya. Prinsip manfaat inilah yang
menjadi ukuran bagi utilitarianisme.
Menurut
Bentham, konsekuensi yang merupakan akibat dari hukuman yang berbentuk preventif
ini ada dua macam. Pertama, hukuman
yang diberikan mengakibatkan seseorang yang dihukum tidak mempunyai kemampuan
untuk mengulangi perbuatan pelanggaran. Hal ini disebabkan karena orang itu di
hukum seumur hidup atau dikurung, atau bahkan dihukum mati. Kedua, hukuman mempunyai efek baik,
yaitu untuk memperbaiki si terhukum, sehingga ia tidak akan membuat pclanggaran
lagi. Jadi menurut teori ini:
- Hukuman dapat memberikan akibat jera seseorang yang diberi hukuman. lni berarti bahwa hukuman memberikan efek preventif.
- Hukuman sebagai rehabilitasi, memberi kesempatan pada terhukum untuk memperbaiki diri. Mungkin lembaga pemasyarakatan di Indonesia diharapkan untuk merehabilitir para terhukum.
- Hukuman sebagai pendidikan moral, bersifat edukatif agar si terhukum menjadi taat pada hukum.
0 Response
Post a Comment