Hukum Pada Zaman Aufklarung
Wednesday, 11 May 2016
Comment
Zaman
Aufklarung yang lahir kurang lebih pada abad ke-17 merupakan awal kemenangan supermasi
rasionalisme, empirisme, dan positivisme dari dogmatis Agama. Kenyataan ini
dapat dipahami karena abad modern Barat ditandai dengan adanya upaya pemisahan
antara ilmu pengetahuan dan filsafat dari pengaruh Agama (sekulerisme). Perpaduan
antara rasionalisme, empirisme dan positivisme dalam satu paket epistimologi melahirkan
apa yang T.H Huaxley disebut dengan Metode IImiah (Scientific Method).
Munculnya
aliran-aliran tersebut sangat berpengaruh pada peradaban Barat selanjutnya.
Dengan metode ilmiah itu, kebenaran sesuatu hanya mereka perhitungkan dari
sudut fisiologis lahiriah yang sangat bersifat profanik (keduniawian atau
kebendaan). Atau dengan istilah lain , kebenaran ilmu pengetahuan hanya diukur
dari sudut koherensi dan korespodensi. Dengan wataknya tersebut sudah dapat dipastikan
bahwa, segala pengetahuan yang berada diluar jangkauan indra dan rasio serta
pengujian ilmiah ditolaknya, termasuk di dalamnya pengetahuan yang bersumber
pada religi.
Perintisnya
adalah Rene Descartcs (1596-1650) yang mendudukkan manusia sebagai subjek dalam
usahanya menjawab tantangan keberadaan manusia sebagai mahluk mikro kosmik. Manusia
dijadikan titik tolak seluruh pandangan hidupnya. Dengan falsafahnya yang amat
terkenal "cogito ergo sum" (karena berpikir maka aku ada),
Descarteslah yang membawa pemikiran rasionalisme. Oleh karena itu zaman ini
disebut juga zaman rasionalisme, zaman pencerahan, zaman terang budi. Setelah
Descartes, filsafat zaman ini menjurus ke dua arah:
- Rasionalisme, mengunggulkan ide-ide akal murni. Tokohnya adalah: Wolff (1679-1754), Montesqieu (1689-1755), Voltaire (1694-1778), Rousseau (1712-1778), dan Immanuel Kant (1724-1804).
- Empirisme, yang menekankan perlunya basis empiris bagi semua pengertian. Tokohnya antara lain John Locke (16321704) dan David Hume (1711-1776).
Sebenamya
empirisme, yang berkembang di Inggris sejak abad ke-17 ini merupakan suatu cara
berpikir yang rasionalis juga, namun dalam empirisme lebih mengutamakan
penggunaan metode empiris yaitu apa yang tidak dapat dialami tidak dapat diakui
kebenarannya.
Percikan
pemikiran pada zaman ini adalah pertama,
hukum dimengerti sebagai bagian suatu sistem pikiran yang lengkap yang bersifat
rasional, an sich. Kedua, telah muncul ide dasar konsepsi
mengenai negara yang ideal. Pada zaman ini negara yang ideal adalah negara
hukum. Beberapa pemikiran berkaitan dengan ide tersebut diantaranya John Locke
yang menyatakan tentang pembelaan hak warga negara terhadap pemerintahan yang
berkuasa; Montesqiu menyatakan tentang pemisahan kekuasaan negara dalam tiga bagian,
yaitu eksekutif, legislatif dan yudikatif (trias
politica); J.J. Rousscau menyatakan tentang keunggulan manusia scbagai
subjek hukum. Rousscau menyatakan jika hukum menjadi bagian dari suatu kehidupan
bersama yang demokratis, maka raja sebagai pencipta hukum perlu diganti dengan
rakyat sebagai pencipta hukum dan subjek hukum. Immanuel Kant menyatakan bahwa
pembentukan hukum merupakan inisiatif manusia guna mengembangkan kehidupan bersama
yang bermoral (Huijbers, 1995: 32).
Pada
akhir abad VIII , cita-cita negara hukum mengkristal berdirinya negara Amerika
Serikat (1776) dan terjadinya Revolusi Prancis (1789). Revolusi Prancis dijiwai
oleh semboyan: liberte, egalite,
fraternite, yang menuntut suatu tata hukum baru atas dasar kedaulatan rakyat. Tata hukum baru tersebut
kemudian dibentuk oleh para sarjana
Prancis atas perintah Kaisar Napoleon. Tata hukum baru terscbut mencapai keberhasilannya setelah dirumuskannya Code Civil (1804). Code Civil tersebut pada era berikutnya merupakan sumber kodifikasi negara-negara modern, antara
lain Belanda.
0 Response
Post a Comment