-->

Hukum Pada Zaman Aufklarung

Hukum Pada Zaman Aufklarung
Share
Zaman Aufklarung yang lahir kurang lebih pada abad ke-17 merupakan awal kemenangan supermasi rasionalisme, empirisme, dan positivisme dari dogmatis Agama. Kenyataan ini dapat dipahami karena abad modern Barat ditandai dengan adanya upaya pemisahan antara ilmu pengetahuan dan filsafat dari pengaruh Agama (sekulerisme). Perpaduan antara rasionalisme, empirisme dan positivisme dalam satu paket epistimologi melahirkan apa yang T.H Huaxley disebut dengan Metode IImiah (Scientific Method).
Munculnya aliran-aliran tersebut sangat berpengaruh pada peradaban Barat selanjutnya. Dengan metode ilmiah itu, kebenaran sesuatu hanya mereka perhitungkan dari sudut fisiologis lahiriah yang sangat bersifat profanik (keduniawian atau kebendaan). Atau dengan istilah lain , kebenaran ilmu pengetahuan hanya diukur dari sudut koherensi dan korespodensi. Dengan wataknya tersebut sudah dapat dipastikan bahwa, segala pengetahuan yang berada diluar jangkauan indra dan rasio serta pengujian ilmiah ditolaknya, termasuk di dalamnya pengetahuan yang bersumber pada religi.
Perintisnya adalah Rene Descartcs (1596-1650) yang mendudukkan manusia sebagai subjek dalam usahanya menjawab tantangan keberadaan manusia sebagai mahluk mikro kosmik. Manusia dijadikan titik tolak seluruh pandangan hidupnya. Dengan falsafahnya yang amat terkenal "cogito ergo sum" (karena berpikir maka aku ada), Descarteslah yang membawa pemikiran rasionalisme. Oleh karena itu zaman ini disebut juga zaman rasionalisme, zaman pencerahan, zaman terang budi. Setelah Descartes, filsafat zaman ini menjurus ke dua arah:
  1. Rasionalisme, mengunggulkan ide-ide akal murni. Tokohnya adalah: Wolff (1679-1754), Montesqieu (1689-1755), Voltaire (1694-1778), Rousseau (1712-1778), dan Immanuel Kant (1724-1804).
  2. Empirisme, yang menekankan perlunya basis empiris bagi semua pengertian. Tokohnya antara lain John Locke (1632­1704) dan David Hume (1711-1776).

Sebenamya empirisme, yang berkembang di Inggris sejak abad ke-17 ini merupakan suatu cara berpikir yang rasionalis juga, namun dalam empirisme lebih mengutamakan penggunaan metode empiris yaitu apa yang tidak dapat dialami tidak dapat diakui kebenarannya.
Percikan pemikiran pada zaman ini adalah pertama, hukum dimengerti sebagai bagian suatu sistem pikiran yang lengkap yang bersifat rasional, an sich. Kedua, telah muncul ide dasar konsepsi mengenai negara yang ideal. Pada zaman ini negara yang ideal adalah negara hukum. Beberapa pemikiran berkaitan dengan ide tersebut diantaranya John Locke yang menyatakan tentang pembelaan hak warga negara terhadap pemerintahan yang berkuasa; Montesqiu menyatakan tentang pemisahan kekuasaan negara dalam tiga bagian, yaitu eksekutif, legislatif dan yudikatif (trias politica); J.J. Rousscau menyatakan tentang keunggulan manusia scbagai subjek hukum. Rousscau menyatakan jika hukum menjadi bagian dari suatu kehidupan bersama yang demokratis, maka raja sebagai pencipta hukum perlu diganti dengan rakyat sebagai pencipta hukum dan subjek hukum. Immanuel Kant menyatakan bahwa pembentukan hukum merupakan inisiatif manusia guna mengembangkan kehidupan bersama yang bermoral (Huijbers, 1995: 32).

Pada akhir abad VIII , cita-cita negara hukum mengkristal berdirinya negara Amerika Serikat (1776) dan terjadinya Revolusi Prancis (1789). Revolusi Prancis dijiwai oleh semboyan: liberte, egalite, fraternite, yang menuntut suatu tata hukum baru atas dasar kedaulatan rakyat. Tata hukum baru tersebut kemudian dibentuk oleh para sarjana Prancis atas perintah Kaisar Napoleon. Tata hukum baru terscbut mencapai keberhasilannya setelah dirumuskannya Code Civil (1804). Code Civil tersebut pada era berikutnya merupakan sumber kodifikasi negara-negara modern, antara lain Belanda.

0 Response

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel