Hukum Pada Abad Pertengahan
Sunday, 8 May 2016
Comment
Sering
kali kita membaca dua sejarah besar antar Islam dan Barat seakan-akan tak pemah
saling bertemu antara keduanya atau seperti dua sejarah yang harus dibedakan
antara keduanya. Padahal tidaklah begitu, ketika kita mau membaca atau menyimak
sejarah, sains dan ilmu pengetahuan yang kini telah berkembang pesat diera
millenium sekarang ini. Secara filosofis bisa dilihat ketika dunia Islam dalam
keemasan. Banyak orang-orang Eropa (Barat) pada umumnya, sekitar kurang lebih abad
pertengahan, negara-negara Barat mengalami kegelapan dan kemunduran, setelah
berapa saat mengalami kemajuan di bidang filsafat khususnya di negara Yunani
diawal abad Masehi. Alam pikir mereka cenderung mengarah pada profanistik. Sehingga
Barat hams mengakui kemundurannya.
Kronologi
Sejarah kemajuan di Barat bisa ditelusuri sejak Kekhalifahan Umayah masuk ke
Spanyol (Andalusia) tahun 711 dibawah pimpinan Abdurrahrnan ad-Dakhil (755 M) .
Pada masa pemerintahannya Abdurrahman ad-Dakhil membangun masjid, sekolah dan perpustakaan
di Cordova. Semenjak itu lahirlah sarjana-sarjana Islam yang membidangi masalah-masalah
tertentu seperti Abbas ibn Famas yang ahli dalam Ilmu Kimia, Ibn Abbas dalam
bidang Farmakologi, Ibrahim ibn Yahya al-Naqqash dalam bidang astronomi dimana
ia dapat menghitung gerhana dan penemu teropong bintang untuk pertama kali,
Ibnu Jubair (Valencia, 1145-1228) ahli dalam Sejarah dan Geografi, Ibn Batuthah
(Tangier, 1304-1377), Ibn alKhatib (1317-1374), dan Ibn Khaldun.
Dalam
bidang filsafat juga lahir beberapa tokoh seperti Ibnu Bajjah (lahir di
Saragosa, wafat tahun 1138 M) yang hidup di Spanyol menyaingi al-Farabi dan Ibn
Sina yang hidup di Baghdad ibu kota Kekhalifahan Abbasiyah. la menulis buku Tadbir al-Mutawahhid yang mernbahas
masalah etos dan eskatologis. Filosof lain Abu Bakr ibn Tufail (lahir di
Granada, wafat th 1185 M) menulis buku Hay
ibn Yaqzhan, Ibn Rusyd (1126-1198) yang merupakan pewaris pemikiran Aristoteles)
menulis buku Bidayalt al- Mujtahid.
Pada perkembangan selanjutnya Ibnu Rusyd melahirkan aliran filsafat baru
tersendiri di Eropa, Avoreisme.
Abad
Pertengahan ini didominasi oleh agama, agama Kristiani di Barat dan agama Islam
di Timur. Zaman ini memberikan pemikiranpemikiran baru meskipun tidak
menghilangkan sama sekali kebudayaan Yunani dan Romawi. Karya-karya Aristoteles
dipelajari oleh para ahli pikir Islam yang kemudian diteruskan oleh ahli pikir
di Barat.
Filsuf
Arab Islam yang dikenal pertama adalah al-Kindi (796-873M). la dengan tegas mengatakan
bahwa antara filsafat dan agama tak ada pertentangan. Filsafat ia artikan
sebagai pembahasan tentang yang benar (al-bahs'an
al-haqq). Agama dalam pada itu juga menjelaskan yang benar. Maka
kedua-duanya membahas yang benar. Selanjutnya filsafat dalam pembahasannya
memakai akal dan agama, dan dalam penjelasan tentang yang benar juga memakai argumen-argumen
rasional. Dengan filsafat "al-Haqq al-Awwal"nya, al-Kindi, berusaha
memurnikan keesaan Tuhan dari arti banyak. Selain al-Kindi, filsuf lain yang banyak
berbicara mengenai pemurnian tauhid adalah al-Farabi (870-950 M).
Dalam
bidang hukum muncul aliran ancilla theologiae, yaitu paham yang menetapkan
bahwa hukum yang ditetapkan harus dicocokkan dengan aturan yang telah ada,
yaitu ketentuan-ketentuan agama. Teori-teori mengenai hukum pada Abad
Pertengahan ini dikemukakan oleh Agustinus (354-430), Thomas Aquinas
(1225-1275), dan para sarjana Islam, antara lain AI-Safii (820).
Menurut
Agustinus, hukum abadi ada pada Budi Tuhan. Tuhan mempunyai ide-ide Abadi yang
merupakan contoh bagi segala sesuatu yang ada dalam dunia nyata. Oleh karena
itu, hukum ini juga disebut sebagai hukum alam, yang mempunyai prinsip,
"Jangan berbuat kepada orang lain, apa yang engkau tidak ingin berbuat
kepadamu." Dalam prinsip ini nampak adanya rasa keadilan.
Arti
hukum menurut Thomas Aquinas adalah adanya hukum yang datang dari wahyu, dan hukum
yang dibuat oleh manusia. Hukum yang didapat dari wahyu dinamakan hukum Ilahi
positif. Hukum wahyu ada pada norma-norma moral agama, sedangkan hukum yang
datang dari akal budi manusia ada tiga macam, yaitu hukum alam, hukum
bangsa-bangsa, dan hukum positif manusiawi. Hukum alam bersifat umum, dan karena
itu tidak jelas. Maka perlu disusun hukum yang lebih jelas yang merupakan
undang-undang negara yang mengatur kehidupan manusia dalam masyarakat. Hukum ini
disebut hukum positif. Apabila hukum positif ini bertentangan dengan hukum
alam, maka hukum alamlah yang berlaku.
Keadilan
juga merupakan suatu hat yang utama dalam teori hukum Thomas Aquinas. Meskipun
Thomas Aquinas membedakan antara keadilan distributif, keadilan tukar-rnenukar,
dan keadilan legal, tetapi keadilan legal menduduki peranan yang sangat
penting. Hal ini disebabkan karena keadilan legal menuntut agar orang tunduk
pada undang-undang, sebab mentaati hukum merupakan sikap yang baik.
Jelaslah
bahwa kedua tokoh Kristiani ini mendasarkan teori hukumnya pada Hukum Tuhan. Pemikir
Islam mendasarkan teori hukurnnya pada agama Islam, yaitu pada wahyu Ilahi yang
disampaikan kepada Nabi. Dari ahli pikir Islam AI-Syafii-Iah aturan-aturan
hukum diolah secara sistematis. Sumber hukum Islam adalah AI-Quran, kemudian
Hadits yang merupakan ajaran-ajaran dalam hidup Nabi Muhammad saw.
Peraturanperaturan yang disetujui oleh umat juga menjadi hukum, hukum mufakat,
yang disebut juga Ijmak. Sumber hukum yang lainnya adalah Qiyas, yaitu analogi
atau persamaan. Hukum Islam ini meliputi segala bidang kehidupan manusia. Hukum
Islam hidup dalam jiwa orangorang Islam, dan berdasarkan pada agama. Hukum
Islam merupakan hidup ideal bagi penganutnya. Oleh karena Hukum Islam berdasarkan
pada Al Quran maka Hukum Islam adalah hukum yang mempunyai hubungan dengan
Allah, langsung sebagai wahyu. Aturan hukum harus dibuat berdasarkan wahyu
(Muhammad Khalid Masud, 1996: 12-13).
Dengan
kata lain pada abad pertengahan ini ada dua pandangan yang berbeda. Menurut
Syafi'i mengapa hukum harus dicocokkan dengan ketentuan agama karena hukum
berhubungan dengan wahyu secara langsung, sehingga hukum dipandang sebagai
bagian dari wahyu. Berbeda dengan Syafi 'i, menurut Agustinus dan Thomas Aquinas
hukum berhubungan dengan wahyu secara tidak langsung, yaitu hukum yang dibuat
manusia, disusun di bawah inspirasi agama dan wahyu (Huijbers, 1995: 27).
Pengertian
hukum yang berbeda ini membawa konsekuensi dalam pandangannya terhadap hukum
alam. Para tokoh Kristiani cenderung untuk mempertahankan hukum alam sebagai
norma hukum, akan tetapi bukan disebabkan oleh alam yang dapat menciptakan
hukum melainkan karena alam merupakan ciptaan Tuhan. Menurut Thomas Aquinas
aturan alam tidak lain dari partisipasi aturan abadi (lex aeterna) yang ada pada Tuhan sendiri.
Dalam
Islam, agama merupakan pengakuan manusia untuk bersikap pasrah kepada sesuatu yang
lebih tinggi, lebih agung dan lebih kuat dari mereka, yang bersifat
transedental. Telah menjadi fitrah manusia untuk memuja dan sikap pasrah kepada
sesuatu yang dia agung-agungkan untuk dijadikan sebagai Tuhannya. O1eh karena Tuhan
telah menetapkan hukum-hukumnya bagi manusia, maka tiada lain sebagai konsekuensi
dari kepasrahan tersebut manusia harus taat pada hukum-hukurn terse but. Islam
memandang tidak ada perbedaan antara hukum alam dengan hukum Tuhan (syariat),
karena syariat yang ditetapkan Allah dalam Al-Quran sesuai dengan hukum alam
itu sendiri, yang dalam Islam disebut fitrah. Namun pemaknaan fitrah dalam
Islam jauh lebih tinggi daripada pemaknaan hukum alam sebagaimana dipahami
dalam kont eks ilmu hukum. Jika hukum alam (lex
naturae) dipahami sebagai eara segala yang ada berjalan sesuai dengan
aturan semesta alam seperti manusia dalam bertindak mengikuti
kecenderungan-kecenderungan dalam jasmaninya (Huijbers, 1995), maka fitrah
berarti pembebasan manusia dari keterjajahan terhadap kemauan jasmaninya yang
serba tidak terb atas pada kemauan ruhani yang mendekat pada Tuhan.
Pada
abad ini para ahli kemudian membedakan ada Iima jenis hukum, yaitu:
- Hukum abadi (lex aetema): rencana Allah tentang aturan semesta alam. Hukum abadi itu merupakan suatu pengertian teologis tentang asal mula segala hukum, yang kurang berpengaruh atas pengertian hukum lainnya.
- Hukum Ilahi positif (lex divino positiva): hukum Allah yang terkandung dalam wahyu agama, terutama mengenai prinsipprinsip keadilan.
- Hukum alam (lex natura/is): hukum Allah sebagaimana nampak dalam aturan semesta alam melalui akal budi manusia.
- Hukum bangsa-bangsa (ius gentium): hukum yang diterima oleh semua atau kebanyakan bangsa. Hukum itu yang berasal dari hukum romawi , lambat Iaun hilang sebab diresepsi dalam hukum positif.
- Hukum positif (lex humana positiva): hukum sebagaimana ditentukan oleh yang berkuasa; tata hukum negara. Hukum ini pada zaman modem ditanggapi sebagai hukum yang sejati.
0 Response
Post a Comment