Pola Interaksi Anak Masyarakat Nelayan Tuban
Sunday, 17 April 2016
Masyarakat nelayan di Tuban
tergolong masyarakat yang cenderung berinteraksi hanya pada kelompok masyarakat
sesama nelayan. Meskipun secara geografis berada di kawasan kota, namun perkembangan sosial tidak sepenuhnya berubah dari masa sebelum
orde baru. Perubahan yang terjadi seperti sifat mereka yang telah mulai terbuka
pada pihak di luar nelayan untuk berinteraksi. Namun, interaksi yang dilakukan
tidak seterbuka masyarakat bukan nelayan.
Nampaknya mereka lebih memilih untuk meneruskan apa yang sudah mereka
peroleh dari orang tua mereka untuk menjadikan suatu kebudayaan yang sudah
cukup memuaskan bagi masyarakat setempat.
Selain itu, perubahan sosial yang
terjadi disebabkan adanya pergeseran budaya yang berasal dari interaksi sosial.
Salah satu media tempat pergeseran itu terbentuk adalah dari institusi
pendidikan. Pendidikan membuat pelajarnya memiliki sikap terbuka dan menyukai
hal-hal baru. Masuknya pendidikan pada anak nelayan ini lambat laun semakin
banyak berpengaruh karena mereka merupakan agen penerus komunitas bagi orang
tuanya. Pola pikir yang demikian juga terbentuk karena dinamika masyarakat yang
menimbulkan pengaruh cukup dramatis.
Pola interaksi anak yang terjadi
adalah dengan orang tua, saudara kandung, kerabat, tetangga, dan teman sebaya. Pada
era tahun 1990-1998an hubungan anak terhadap orang tua masih sangat menjunjung
tinggi nilai kesopanan atau unggah-ungguh
misalnya penggunaan bahasa Krama madya
pada orang tua. Contoh lain yaitu ketika anak lewat di depan orang tuanya maka
sang anak menundukkan kepalanya sebagai etika anak terhadap oang tuanya.
Kemudian ketika berbicara mengenai kepatuhan anak, masih terus dilaksanakan
tugas anak untuk patuh kepada orang tua dalam setiap perintah. Berbeda dengan
masa kini dimana konsep-konsep kesopanan zaman dahulu mulai ditinggalkan
generasinya. yang mana bahwa anak kini telah menggunakan bahasa
Jawa ngoko.
Pada pola interaksi anak nelayan dengan saudara kandung, interaksi yang terjadi merupakan adanya kebersamaan diantara mereka
sebab aktivitas mereka cenderung terarah pada kegiatan kerja dan keseharian
sebagai keluarga anggota keluarga nelayan.
Terlebih lagi apabila dalam keluarga tersebut terdiri atas lebih dari 1
anak, maka pekerjaan pokok dalam kehidupan rumah tangga menjadi lebih terbantu
atau sebaliknya menjadi lebih kompleks atau rumit. Keberadaan interaksi antar saudara
sekandung, khususnya pada masyarakat setempat, menjadi tugas orang tua untuk
mengatur keberadaan mereka dalam posisi secara horizontal dalam keluarga.
Posisi tersebut mengatur tugas masing-masing individu yaitu misalnya kakak
menjadi pembimbing bagi adiknya serta adik menjadi pihak yang wajib dilindungi
keberadaannya oleh kakak. Dalam tugas tersebut, orang tua menganjurkan pada
anak-anaknya untuk menghormati kepada anak yang lebih tua.
Dalam hubungan persaudaraan tidak
jarang terjadi konflik. Persaingan atas hal-hal rutin dalam rumah terkadang
dapat memicu konflik. Misalnya ketika saudara sekandung berebut makanan dan
salah satu diantara mereka tidak mau mengalah, ketika berebut siaran televisi,
kecemburuan salah seorang anak yang merasa tidak mendapat kasih sayang lebih
dari orang tua dibanding saudaranya. Ini akan menimbulkan kecemburuan sosial
karena sang anak akan masing-masing memainkan peranan memperlihatkan
keunggulannya dari pengalaman-pengalamannya pada proses belajarnya sebagai
individu-individu tertentu.
Interaksi anak dengan kerabat terkadang dapat lebih dekat dengan paman atau saudara sepupunya
dibanding dengan orang tua, biasanya hal ini terjadi apabila sedang terjadi
kerenggangan antara anak dengan orang tuanya. Anak pun mencari solusi kepada
saudara yang umurnya sebaya. Hal ini menjadi salah satu pilhan bagi anak ketika
menghadapi konflik karena saudara masih merupakan kelompok kekerabatannya dan
karena saudara sebaya dengannya. Ada perasaan malu apabila ia mencurahkan
hatinya pada orang yang lebih tua. Sehingga pelarian anak atas masalah yang ia
hadapi adalah meminta bantuan pada kerabat untuk menyelesaikan atau melupakan
masalahnya dengan mengonsumsi narkoba.
Dalam sistem kekerabatan masyarakat
nelayan Tuban masih mengenal sayan atau
gotong-royong. Hal ini hampir terdapat pada seluruh kegiatan yang diadakan oleh
salah satu keluarga. Sehingga akan membentuk kekeluargaan yang sangat erat
serta mengarah pada keserasian misalnya pada saat mereka membangun rumah
keluarga yang berjarak lebih dekat akan membantu tanpa meminta upah dari
pemilik rumah yang juga kelurganya tersebut
Orang-orang di luar lingkup keluarga
nelayan dipahami anak hanya sebagai orang lain yang ketika mereka membutuhkan
bantuan maka mereka mulai berinteraksi, namun di luar kepentingan itu maka
hampir tidak ada interaksi yang terjadi. Masyarakat bukan nelayan di Tuban
menganggap bahwa anak keluarga nelayan adalah anak yang nakal, bermoral rendah,
dan kotor. Mereka menganggap rendah (underestimate)
anak nelayan atas pandangan ketidak becusan orang tua nelayan dalam mendidik
anaknya. Tetangga bukan nelayan juga membeda-bedakan sikapnya terhadap anak
nelayan dan bukan nelayan. Mereka mengizinkan anak-anak mereka berteman dengan
anak nelayan namun dengan anjuran agar menjaga jarak dengan anak nelayan
tersebut. Mereka takut apabila anak mereka disakiti secara fisik oleh anak
nelayan, meskipun pada faktanya tidak sepenuhnya demikian. Sementara bagi
tetangga yang keluarganya berlatang belakang nelayan, anak nelayan baginya
tidak dibedakan dengan anak lain pada umumnya. Hal tersebut dibuktikan dengan
sikap terbuka tetangga tersebut ketika ibu dari anak nelayan meminta bantuan
untuk menjaga sang anak.
Wujud interaksi yang ada antara anak
dan teman sepermainan dapat dipahami sebagai hubungan interaksi antara
anak-anak yang memiliki kesamaan tingkatan umur. Biasanya teman sepermainan
anak juga berhubungan dengan tingkatan pendidikan yang sedang ditempuh (untuk
anak yang masih sekolah). Interaksi yang dilakukan anak dengan teman
sepermainan dilakukan cukup sering dengan intensits pertemuan hampir setiap
hari. Interaksi dapat berupa saling bercerita dan melakukan permainan.
Anak-anak berkumpul di depan rumah salah seorang teman atau tempat lapang yang
telah ditentukan untuk bermain, atau dapat pula di dalam lingkungan sekolah
ketika waktu istirahat saja. Mereka biasa berkumpul pada siang hari sepulang
sekolah hingga sore hari ketika akan mengaji. Permainan yang sering dilakukan
adalah bal-balan (sepak bola),
kelereng, sketeng, dan delik’an.