-->

Peluang Industri Perbankan Syariah Di Indonesia

Peluang Industri Perbankan Syariah Di Indonesia
Share
http://harianbernas.com/
Sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar, sudah selayaknya Indonesia menjadi pelopor dan kiblat pengembangan industri keuangan syariah di dunia. Hal ini bukan merupakan impian yang mustahil karena potensi dan peluang Indonesia untuk menjadi global player keuangan syariah sangat besar khususnya dalam mengahdapi Masyarakat Ekonomi Asia, diantara faktor pendukungnya adalah: jumlah penduduk muslim yang besar menjadi potensi nasabah industri keuangan syariah; prospek ekonomi yang cerah, tercermin dari pertumbuhan ekonomi yang relatif tinggi (kisaran 6,0%-6,5%) yang ditopang oleh fundamental ekonomi yang solid; peningkatan sovereign credit rating Indonesia menjadi investment grade yang akan meningkatkan minat investor untuk berinvestasi di sektor keuangan domestik, termasuk industri keuangan syariah; dan memiliki sumber daya alam yang melimpah yang dapat dijadikan sebagai underlying transaksi industri keuangan syariah.

Pengembangan keuangan syariah di Indonesia yang lebih bersifat market driven dan dorongan bottom up dalam memenuhi kebutuhan masyarakat sehingga lebih bertumpu pada sektor riil juga menjadi keunggulan tersendiri. Berbeda dengan perkembangan keuangan syariah di Iran, Arab Saudi, dan Malaysia sebagai salah Negara di kawasan ASEAN, di mana perkembangan keuangan syariahnya lebih bertumpu pada sektor keuangan, bukan sektor riil, dan peranan pemerintah sangat dominan. Selain dalam bentuk dukungan regulasi, penempatan dana pemerintah dan perusahaan milik negara pada lembaga keuangan syariah membuat total asetnya meningkat signifikan, terlebih ketika negara-negara tersebut menikmati windfall profit dari harga minyak dan komoditas. Keunggulan struktur pengembangan keuangan syariah di Indonesia lainnya adalah regulatory regime yang dinilai lebih baik dibanding dengan negara lain. Di Indonesia kewenangan mengeluarkan fatwa keuangan syariah bersifat terpusat oleh Dewan Syariah Nasional (DSN) dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang merupakan institusi yang independen. Sementara di negara lain, fatwa dapat dikeluarkan oleh perorangan ulama sehingga peluang terjadinya perbedaan sangat besar. Contohnya di Malaysia, struktur organisasi lembaga fatwa ini berada di bawah Bank Negara Malaysia (BNM) yang tidak berdiri sendiri secara independen.

Halim (2012) dalam sebuah kajiannya menyatakan bahwa peningkatan peranan industri keuangan syariah Indonesia menuju global player juga terlihat dari meningkatnya ranking total aset keuangan syariah dari urutan ke-17 pada tahun 2009 menjadi urutan ke-13 pada tahun 2010 dengan nilai aset sebesar US$7,2 miliar. Dengan melihat perkembangan pesat keuangan syariah, terutama perbankan syariah dan penerbitan suku, total aset keuangan syariah Indonesia pada tahun 2011 diyakini telah melebihi US$20 miliar sehingga rankingnya akan meningkat signifikan.

Hal yang paling pokok adalah bahwa industri perbankan sayriah memiliki peluang yang besar karena terbukti tahan terhadap krisis. Bahkan setelah kegagalan sistem ekonomi kapitalis, sistem syariah dipandang sebagai sebuah alternatif dan solusi untuk menyelesaikan permasalahan ekonomi dunia. Menjamurnya lembaga-lembaga keuangan syariah merupakan sebuah bukti bahwa sistem ini memiliki ketahanan terhadap krisis. Hal ini pun telah dibuktikan ketika Krisis Ekonomi 1988, di saat bank konvensional mengalami negative spread, namun bank Syariah tampil sebagai perbankan yang sehat dan tahan terhadap krisis dan memperlihatkan eksistensinya hingga sekarang. Bank Indonesia pun memberikan perhatian yang serius dalam mendorong perkembangan perbankan syariah, dikarenakan keyakinan bahwa perbankan syariah akan membawa ‘maslahat’ bagi peningkatan ekonomi dan pemerataan kesejahteraan masyarakat. Pertama, bank syariah memberikan dampak yang lebih nyata dalam mendorong pertumbuhan ekonomi karena lebih dekat dengan sektor riil sebagaimana yang telah dikemukakan di atas. Kedua, tidak terdapat produk-produk yang bersifat spekulatif (gharar) sehingga mempunyai daya tahan yang kuat dan teruji ketangguhannya dari krisis keuangan global. Ketiga, sistem bagi hasil (profit-loss sharing) yang menjadi ruh perbankan syariah yang akan membawa manfaat yang lebih adil bagi semua pihak.

Tantangan MEA Bagi Industri Perbankan Syariah Indonesia

Industri perbankan syariah terbesar di Indonesia saat ini baru mampu membukukan aset sekitar US$5,4 miliar sehingga belum ada yang masuk ke dalam jajaran 25 bank syariah dengan aset terbesar di dunia. Sementara tiga bank syariah Malaysia mampu masuk ke dalam daftar tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa skala ekonomi bank syariah Indonesia masih kalah dengan bank syariah lain yang akan menjadi kompetitor utama. Belum tercapainya skala ekonomi tersebut membuat operasional bank syariah di Indonesia kalah efisien, terlebih sebagian besar bank syariah di Indonesia masih dalam tahap ekspansi yang membutuhkan biaya investasi infrastruktur yang cukup signifikan.

Dalam sebuah penelitiannya Halim (2012) yang menggunakan indikator rasio biaya operasional terhadap pendapatan operasional (BOPO) pada tiga bank sampel untuk masing-masing kategori terlihat bahwa bank syariah masih kalah efisien dibanding dengan bank konvensional. Namun dari sisi Net Operational Margin (NOM), beberapa bank syariah lebih unggul. Dari sisi profitabilitas, Return On Asset (ROA) bank syariah lebih kecil dari bank konvensional, namun dari sisi Return On Equity (ROE) lebih besar. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi permodalan bank syariah relatif lebih kecil dibanding bank konvensional.

1 Response to "Peluang Industri Perbankan Syariah Di Indonesia"

  1. Best online casino in Asia 2021 | Review & Ratings planet win 365 planet win 365 william hill william hill 622토토토토토토토토토토토토 토토토토토 토토토 토토토토

    ReplyDelete

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel