Dimana Idealitas Keadilan Putusan dalam Peradilan?
Konsep keadilan sebenarnya sudah banyak sekali dikemukakan dan dijelaskan olehpara ahli karena keadilan sesungguhnya sesuatu yang sangat dekat dengan pemenuhan hak dan kepentingan manusia atau kewajiban. Hanya saja yang tidak mudah dalam prakteknya, sebagaimana adalah merumuskan apa yang sebenarnya menjadi tolok ukur atau parameter keadilan itu sendiri.
Proses penyelesaian perkara di pengadilan melibatkan setidaknya dua pihak yang masing-masing sedang terlibat konflik kepentingan (conflict of interest) satu dengan lainnya. Sehingga bisa saja terjadi ketika putusan hakim dijatuhkan akan dirasakan berbedaoleh kedua belah pihak, yaitu satu pihak merasa adil karena keinginannya dikabulkan, tetapi pihak yang lain merasa putusannya tidak adil karena keinginannya tidak dapat terpenuhi. Sehingga hakekatnya persoalan keadilan itu implementasinya dalam praktik dirasakan adil atau tidak adil adalah berdasarkan penilaian masing-masing pihak,yang sangat mungkin berbeda secara diametral parameternya.
Dalam tataran ideal, untuk mewujudkan putusan hakim yang memenuhi harapanpencari keadilan, yang mencerminkan nilai-nilai hukum dan rasa keadilan masyarakat, ada beberapa unsur yang harus dipenuhi dengan baik. Gustav Radbruch mengemukakan idealnya dalam suatu putusan harus memuat idea des recht yang meliputi 3 unsur yaitu keadilan (Gerechtigkeit), kepastian hukum (Rechtsicherheit) dan kemanfaatan (Zwechtmassigkeit). Ketiga unsur tersebut semestinya oleh Hakimharus dipertimbangkan dan diakomodir secara proporsional, sehingga pada gilirannya dapat dihasilkan putusan yang berkualitas dan memenuhi harapan para pencari keadilan.
Mochtar Kusumaatmadja mengemukakan bahwa hakim dalam memeriksa dan memutus perkara, bebas dari campur tangan masyarakat, eksekutif maupun legislatif. Dengan kebebasan yang demikian itu, diharapkan hakim dapat mengambil keputusan berdasarkan hukum yang berlaku dan juga berdasarkan keyakinannya yang seadil-adilnya serta memberikan manfaat bagi masyarakat. Dengan demikian,maka hukum dan badan-badan pengadilan akan dapat berfungsi sebagai penggerak masyarakat dalam pembangunan hukum dan pembinaan tertib hukum.
Sebenarnya dalam implementasinya terkadang tidak mudah untuk mensinergikan ketigaunsur tersebut di atas, terutama antara unsur keadilan dengan kepastian hukum yang bisa saja saling bertentangan.
Sangat banyak sekali contoh kasus hukum dinegeri ini yang menggambarkan adanya benturan antara aspek keadilan (substantif) dan kepastian hukum (keadilan prosedural). Banyak kasus hukum yang sering kali kita lihat itu jauh dari aspek keadilan, semisal seorang nenek yang hanya mencuri biji kakau yang dihukum bertahun-tahun. Tapi ketika kita melihat pokok persoalan permasalahan hukum secara jernih, realitas yang terungkap dalam praktik penegakan hukum selama ini bukan merupakan sesuatu yang seketika terjadi, melainkan sebagai hasil interaksi dari proses sebab akibat dalam perspektif yang lebih luas.
Semestinya antara keadilan prosedural dan keadilan substantif tidak dilihat secara dikotomi, tetapi ibarat dua sisi mata uang yang saling terkait erat satu sama lain. Oleh karena itu dalam keadaan normal, mestinya keadilan prosedural dan substantif harus dapat disinergikan dan diakomodir secara proporsional. Meskipun demikian dalam batas-batas tertentu, sangat mungkin keduanya saling berbenturan satu sama lain dan tidak dapat dikompromikan.
Di satu sisi adanya benturan-benturan antara pemenuhan keadilan prosedural dan keadilan substantif, memang harus ada solusi dan opsi yang jelas dan harus diputuskan oleh Hakim dengan argumentasi hukum yang dapat
dipertanggungjawabkan. Dalam hal ini semestinya hakim terlebih dahulu mengedepankan pilihan keadilan substantif, yang sesuai dengan hati nurani dan rasa keadilan masyarakat. Oleh karena itu, hanya dalam hal hal kasuistik dan sangat eksepsional, yaitu terjadi pertentangan yang tajam antara keadilan prosedural dan keadilan substantif, keadilan prosedural bisa diabaikan. Tentunya tidak berarti semua kasus harus boleh begitu saja keadilan prosedural dikalahkan. Hal ini untuk menghindari apa yang dikemukakan oleh Machiavelli, yaitu dihalalkannya segala cara untuk mencapai tujuan, atau dengan kata lain jangan sampai keadilan prosedural diabaikan begitu saja untuk mencapai tujuan tertentu yang sebenarnya tidak terlalu essensial pemenuhannya.
0 Response
Post a Comment